Sukses

Pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah Selesai Januari 2023

Harga jual minyak makan merah nantinya dibanderol Rp 9.000 – Rp 12.000 per liter. Penentuan harga ini berdasarkan jarak pabrik dengan hutan kelapa sawit.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan pembangunan pabrik minyak makan merah di 3 lokasi akan selesai Januari 2023. Pabrik minyak makan merah ini akan berada di Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Asahan, dan Kabupaten Langkat. Ketiga lokasi ini berada di Sumatera Utara.

“Secara teknis sejauh ini kita optimis kita bisa menyelesaikan pada Januari dan bisa di launching pada Januari mendatang,” kata Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi, dalam Konferensi Pers Minyak Makan Merah, di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Selasa (8/11/2022).

Sebelumnya, groundbreaking pabrik minyak makan merah telah dilaksanakan pada Oktober 2022. Diharapkan dengan adanya minyak makan merah ini bisa menjadi salah satu substitusi dari minyak goreng bening dari kelapa sawit yang saat ini beredar di pasaran.

“Kita harapkan jadi pilihan bagi masyarakat nanti karena bisa dijangkau dengan harga yang relatif murah,” ujarnya.

Adapun harga jual minyak makan merah nantinya dibanderol Rp 9.000 – Rp 12.000 per liter. Penentuan harga ini berdasarkan jarak pabrik dengan hutan kelapa sawit sangat dekat, sehingga biaya logistik atau transportasi dapat ditekan.

“Terkait harga kisarannya sekitar Rp 9-12 ribu, artinya kalau didasarkan lebih jauh lebih murah kan minyak goreng masih ada subsidi, sehingga kita harapkan jadi pilihan bagi masyarakat nanti karena bisa dijangkau dengan harga yang relatif murah,” ujarnya.

Lebih lanjut, kata dia, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) telah menerima Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) minyak makan merah oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan Nomor SNI 9098 tahun 2022.

Kementerian Koperasi dan UKM juga telah menerima Detail Engineering Design (DED) dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

2 dari 3 halaman

Minyak Makan Merah Indonesia Lebih Sehat Dibanding yang Beredar di Malaysia

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki memastikan bahwa minyak makan merah layak konsumsi. Hal ini setelah Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) telah menerima Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) minyak makan merah oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan Nomor SNI 9098 tahun 2022.

Teten melanjutkan, minyak makan merah memiliki keunggulan karena harga yang murah jika dibandingkan dengan minyak masak lainnya seperti minyak sawit, minyak kelapa dan minyak bunga matahari.

Selain itu, minyak makan merah yang akan diproduksi Indonesia ini telah teruji lebih sehat dibanding minyak makan merah yang diproduksi Malaysia.

"Bahkan dengan teknologi yang dikembangkan untuk minyak makan merah ini teruji lebih sehat dari minyak sawit merah yang beredar di Malaysia," ujar Teten kepada Merdeka.com, Selasa (18/10/2022).

Teten menuturkan, uji kelayakan minyak makan merah produksi Indonesia telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

Dari hasil uji tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa minyak makan merah lebih sehat dari minyak makan komersil karena mempertahankan fito-nutrient seperti Vitamin A, Vitamim E dan Squalene, serta dapat mengatasi gizi buruk atau stunting pada anak.

Lagi pula, imbuh Teten, faktor penyebab harga minyak makan merah menjadi kompetitif karena dikelola oleh koperasi secara closed loop economy system, terintegrasi dalam satu ekosistem.

"Sehingga jarak antara kebun, pabrik CPO dan pabrik minyak makan merah lebih berdekatan dan mengakibatkan pengelolaan yang lebih efisien," jelasnya.

"Teknologi khusus yang telah dikembangkan oleh PPKS, dengan teknologi yang sederhana tetapi kualitas produk atau fito-nutrien yang terjaga," sambung Teten Masduki.

 

3 dari 3 halaman

Pengusaha Sawit Bilang Lebih Mahal

Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Goreng Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat M Sinaga mengatakan produksi harga minyak makan merah atau dikenal dengan minyak merah, lebih mahal dibandingkan minyak goreng biasa. Hal ini dikarenakan nutrisi alami pada minyak merah tetap utuh.

Sahat mengatakan, saat masih berada di satu perusahaan nasional, pernah memproduksi minyak merah pada 1997. Namun, krisis moneter pada 1998 menyebabkan masyarakat tak ada lagi ada yang membeli minyak goreng bervitamin karena harga tinggi. Produksi pun berhenti.

"Saat itu kami menggunakan teknologi yang mahal, molecular distillation, untuk dapat menjaga vitamin alaminya tetap berada di dalam minyak sawitnya," ujar Sahat kepada merdeka.com, pada 13 Oktober 202.

Pada 1997, saat perusahaan tempat Sahat bekerja masih memproduksi minyak merah, tim juga melakukan penelitian pasar dan pola penggorengan yang dikerjakan oleh Institut Pertanian Bogor.

Hasil dari penelitian menunjukan, nutrisi alami yang ada di minyak, bila dipanaskan di atas 120 derajat celcius untuk menggoreng, hanya sedikit yang masuk ke dalam makanan atau gorengan.

"Kebanyakannya nutrisi alami itu menguap ke udara," ungkapnya.